PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono menilai langkah pemerintah dan Bank Indonesia mengucurkan dana talangan untuk menangani persoalan Bank Century adalah bagian dari kebijakan penyelamatan perekonomian nasional yang pada saat itu dari ancaman krisis.
Presiden Yudhoyono berharap tidak terjadi politisasi yang berlebihan atas kasus Bank Century.
Dalam wawancara khusus dengan tiga media, yaitu
Kompas, SCTV dan Radio ELSHINTA, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjawab sejumlah kasus yang tengah dihadapi bangsa ini, termasuk masalah penegakan hukum, kasus Century dan masalah pendidikan.
Berikut wawancara khusus dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama Don Bosco Salamun (DBS) dari SCTV, Rikard Bagun (RB) dari Kompas dan Wahyu Adhitama (WA) dari Radio ELSHINTA.
DBS: Sejak awal pemerintahan yang kedua ini, Bapak Presiden sudah menetapkan program 100 hari. Yang paling ramai adalah soal penegakan hukum, dan isunya sudah berlangsung sejak awal sampai sekarang. Ada program untuk menuntaskan makelar kasus, mafia peradilan dan calo perkara. kira-kira Bapak kalau melihat ini sudah sampai dimana jalannya?
SBY: Penegakan hukum, termasuk pencegahan dan pemberantasan korupsi menjadi tugas dan kewajiban negara yang harus kita laksanakan selamanya, karena kita ingin sistem kita bersih. Kalau ditanyakan sudah sejauh mana, khusus dalam pemberantasan korupsi, lima tahun terakhir ini banyak yang kita lakukan.
Sebagai contoh kerja dari KPK, Kepolisian dan Kejaksaan itu sudah menangani kasus korupsi ratusan, kemudian ada Rp 5 trilliun aset negara yang dapat diselamatkan, ada 140 pejabat negara yang mesti menjalani proses hukum karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi. Keuangan negara juga kita teribkan, sejumlah Rp 38 trilliun atas apa yang dulu disebut rekening liar. Itu kongkrit, dan jangan lupa, bukan hanya memberantas dan menindak, tapi apa yang kita lakukan ini sesungguhnya mencegah supaya tidak ada budaya korupsi dan tidak semudah itu kita melaksanakan korupsi.
Kalau ditanya sampai kapan atau berapa lama, Hong Kong itu 13 tahun. Saya yakin, kalau kita bisa jaga draft dan intensitas pemberantasan korupsi sekarang ini, Insya Allah 10-15 tahun lagi negara kita akan berubah, berubah kearah yang jauh lebih baik, hukum tegak dan sistem menjadi lebih bersih. Kita punya keyakinan.
DBS: Kalau ini sukses, itu berarti karpet merah untuk generasi berikutnya. Kira-kira optimisme itu seberapa besar?
SBY: Saya optimis. Karena dalam sejarah di negeri kita ini, kali inilah kita sungguh agresif di dalam melaksanakan kampanye anti korupsi. Namun saya berpesan kepada seluruh rakyat Indonesia, memberantas korupsi tidak semudah membalik telapak tangan, perlu konsistensi, perlu kerja keras, perlu kontribusi dari semua pihak. Yang jelas pemerintah yang saya pimpin akan terus berdiri di depan untuk melaksanakan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
DBS: Bapak sudah melihat bahwa itu tidak mudah, ini kerikil tajam, banyak sekali dan terbukti ketika sejak awal kabinet Indonesia Bersatu jilid dua ini kita lihat tiba-tiba begitu banyak kasus yang mencuat ke permukaan. Ibaratnya itu seolah-olah ini sebetulnya gejala yang nampak di permukaan dan ada sebuah gunung es. Ada kasus Cicak vs Buaya, ada suara Anggodo yang kemudian membuat kita terkejut, ada kasus penjara yang mewah. "Kerikil tajam" seperti itu bagaimana?
SBY: Makin efektif pemberantasan korupsi, makin baik kita mengungkap kasus-kasus korupsi maka akan muncul. Alhamdulillah kita bisa mengidentifikasi dan kita bisa menindaknya, daripada kelihatannya baik-baik saja, aman-aman saja ternyata ada gunung es. Lebih bagus kita buka semuanya, transparan kepada publik, kita ingin menertibkan segalanya, kita ingin memberantas korupsi, sehingga silahkan rakyat pun bisa melapor, memberitahu kalau memang ada dugaan korupsi, tapi jangan fitnah, harus dengan fakta yang kongkrit.
RB: Dalam pertemuan Bogor kelihatan sekali Bapak melihat bahwa selain penyelesaian secara hukum tapi juga bisa diselesaikan secara lewat komunikasi politik. Jadi banyak masalah tidak perlu diselesaikan secara hukum tapi juga bisa di luar hukum. Jadi berpikir di luar kotak hukum. Saya kira itu menarik karena kompleksitas persoalan kita. Tapi masyarakat ingin tahu, siapa sebetulnya yang memprakarsai itu, apa tema utamanya dan terobosan khusus apa dari pertemuan itu?
SBY: Sebenarnya keinginan atau prakarsa untuk kita bisa terus saling berkomunikasi justru pertama-tama datang dari para pimpinan lembaga negara. Mereka berkumpul terlebih dahulu, kemudian berkomunikasi dengan saya, apakah bisa dijalin komunikasi Wakil Presiden juga ada disitu. Tentu saya sambut dengan baik, karena kita semua ini, para pimpinan lembaga negara, para penyelenggara negara mendapatkan amanah dalam konstitusi untuk menjalankan tugas sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Menghadapi permasalahan yang fundamental pada tingkat negara, tentu baik kalau kita saling berkomunikasi, berbagi pandangan, bertukar pikiran tanpa mengintervensi peran, wewenang dan tugas masing-masing. Kemarin di Bogor, Alhamdulillah pertama kali secara lebih formal kita berkomunikasi, tiada lain agendanya adalah mengenali masalah-masalah aktual tapi mendasar yang dihadapi oleh bangsa ini. Kami melihat bahwa lima tahun mendatang kita ingin meningkatkan pembangunan kita, misalnya ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, demokrasi dan keadilan.
Dalam konteks itulah, dalam agenda seperti itulah kemarin kami semua bertukar pikiran, dalam suasana yang cair, tidak ada yang namanya saling mengganggu dan kalau ada pikiran-pikiran yang kritis semuanya diletakkan dalam bingkai bagaimana para pimpinan lembaga negara betul-betul mengelola kehidupan bernegara ini untuk rakyat kita.
RB: Setelah pertemuan itu Bapak mengatakan bahwa ada fenomena kriminalisasi terhadap kebijakan soal Bank Century. Mungkin, apakah Bapak akan menegaskan kembali?
SBY: Berbicara kebijakan, tidak hanya menyangkut kasus Bank Century. Beberapa saat yang lalu saya bertemu dengan ratusan Bupati di Madiun, Jawa Timur. Mereka menyampaikan kepada saya selaku Presiden, janganlah kami ini yang harus mengambil keputusan, yang harus menjalankan tugas lantas kadang-kadang dianggap itu sebagai langkah yang keliru, kebijakan sering dianggap itu kasus yang bisa dipidanakan. Saya mengingatkan kepada kita semua, sebenarnya kebijakan itu apa sih, kebijakan itu adalah sesuatu yang melekat pada seorang pejabat yang diberikan kewenangan untuk mengatasi masalah, untuk memilih opsi dan itu semua sesuai dengan lingkup kewenangan yang diberikan.
Dalam kasus Bank Century, kalau kita lihat kebijakan seperti apa, tentu negara, pemerintah dan Bank Indonesia ingin melakukan sesuatu untuk mencegah krisis. Misalnya agar kita tidak seperti 10 tahun yang lalu, harus berhadapan dengan IMF lagi dan seterusnya. Dalam konteks itu, sekali lagi kebijakan itu adalah decision, action, option, choises, yang diambil untuk mengatasi masalah. Lihatlah dampaknya, impactnya seperti apa. Kemudian lihatlah intensionnya, apakah negara dalam kaitan itu pemerintah dan BI sungguh ingin menyelesaikan masalah, ingin mencegah krisis, itu bisa dilihat dengan gamblang.
Pesan saya adalah, kebijakan tidak boleh dipidanakan. Tetapi kalau ada sisi-sisi lain dari kebijakan itu, yang memang itu keluar dari yang seharusnya, penyimpangan-penyimpangan, maka penyimpangannya itu yang bisa diperkerakan, tapi bukan kebijakan. Nanti tidak ada orang yang berani mengambil keputusan, tidak ada orang yang berani menetapkan kebijakan kalau setiap saat bisa diadili. Saya kira akan takut semua. Sebagaimana suara para Bupati, para Gubernur yang saya terima selama ini.
RB: Tapi kenyataannya Bapak Presiden, ada politisasi berlebihan terhadap kasus ini oleh kelompok yang berkepentingan, yang justru bisa mendeligitimasi pemerintah maupun juga energi kita semua. Terganggu kita.
SBY: Kalau semuanya diletakkan dalam konteks yang benar, melihat masalah yang secara jernih sesuai dengan aturan yang ada dalam konstitusi, dalam undang-undang, dalam aturan-aturan, saya kira tidak menjadi apa-apa. Yang berbahaya itu apabila keluar dari konteksnya, keluar dari koridornya dan kemudian ada kepentingan-kepentingan lain. Ini yang menggangu kehidupan bernegara kita, termasuk misi pemerintah untuk menjalankan program-programnya.
WA: Saya ingin bertanya mengenai peradaban politik. Di awal pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu jilid kedua, Bapak Presiden membangun koalisi dengan sejumlah partai politik, termasuk di dalamnya ada fakta integritas dan kontrak politik. Apakah hal itu masih berjalan efektif selama ini?
SBY: Saya mengatakan masih. Koalisi masih terjaga. Tentu ada dinamika, ada persoalan disana dan disini. Kami sepakat yang berkoalisi itu untuk selalu memegang teguh kesepakatan koalisi yang sesungguhnya juga kontrak politik. Oleh karena itu saya sudah menyampaikan, mari setiap saat kita lakukan evaluasi, apa yang sudah baik, kebersamaan dalam koalisi ini dan mana-mana yang belum baik. Karena politik itu ada etikanya.
Oleh karena itu, karena kita sudah bersepakat membangun koalisi agar pemerintahan ini efektif, bisa menjalankan tugas-tugasnya, harapan kita semua dijalankan dengan baik. Saya mengatakan koalisi masih berjalan. Ada catatan-catatan kecil itu normal dalam sebuah demokrasi, dalam sebuah politik, dengan catatan kita setiap saat bisa mengevaluasi mana-mana yang kurang tepat harus kita luruskan.
WA: Pertemuan dengan pimpinan antara lembaga tinggi negara di Istana Bogor Kamis lalu, apakah ini terkait dengan situasi politik yang semakin menghangat? Bagaimana Bapak melihat pansus Century yang tengah berlangsung saat ini? Apakah hubungan antar lembaga telah saling menghormati dalam mewarnai demokrasi?
SBY: Sebenarnya kami kemarin bertemu di Bogor itu benar-benar tidak untuk membahas kasus Bank Century. Bahwa masalah itu salah satu yang kami bicarakan "Iya". Dan kemarin kami dengan niat yang baik, para pemimpin lembaga-lembaga negara itu punya posisi begini, "meskipun politik itu bisa dinamis, kadang-kadang ada situasi yang menghangat, ada masalah-masalah yang muncul, tetapi kita harus menjaga stabilitas nasional, apakah stabilitas politik, stabilitas sosial maupun stabilitas keamanan. Kita juga sepakat kemarin itu, kalau ada masalah, apakah politik, apakah sosial, atau keamanan, sudah ada kerangka untuk menyelesaikan masalah itu. Lihat saja UUD kita, undang-undang ataupun aturan yang lain, jangan keluar dari itu semua, karena itu mengganggu kehidupan bernegara kita".
Dan kalau menyangkut Bank century, sekali lagi sikap saya jelas, saya tetap berpendapat bahwa yang dilakukan oleh negara, pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan, atas ketentuan UU yang dimiliki, Gubernur BI waktu itu benar-benar ingin mengatasi masalah Bank Century, masalah perbankkan, masalah perekonomian. Jangan terjadi krisis seperti 10 tahun yang lalu. Saya meyakini itu, niatnya jelas, tujuannya jelas. Oleh karena itu kalau ada angket atau inquiry silahkan, untuk mendapatkan penjelasan. Penyelidikan silahkan, karena saya punya keyakinan itu adalah solusi. Dampaknya, kita tidak terkena krisis yang mendalam karena kecepatan bertindak, karena ketepatan apa yang dilakukan kemarin itu.
Dalam kaitan itu saya mengajak pada masyarakat luas, mari kita hormati pejabat negara, pejabat pemerintah dalam menjalankan tugasnya, kalau ingin tanya ya silahkan, namanya angket, namun jangan keluar dari itu semua, jangan ditambah dengan fitnah, jangan ditambah dengan fiksi, intrik dan sebagainya. Itu malah menggangu politik kita yang sudah semakin bagus. Kasihan rakyat kalau tidak mendapatkan penjelasan yang gamblang tentang seluk beluk kasus Bank Century itu. Saat ini politik kita masih berada dalam keadaan relatif stabil. Kita jaga, sebab mahal harganya manakala stabilitas tergoncang.
Negara lain bisa membangun dengan baik karena negaranya stabil. Kita Alhamdulillah setelah 10 tahun yang lalu diporakporandakan karena krisis, karena konflik horizontal, karena jatuh bangunnya pemerintahan, pergantian-pergantian kepemimpinan yang begitu cepat. Kita menikmati keadaan politik yang stabil ini, mari kita jaga bersama-sama, supaya pembangunan bisa laksanakan, ekonomi jalan, rakyat senang bisa menjalankan kehidupan sehari-harinya. Saya mengatakan mari kita jaga bersama-sama.
DBS: Penilaian Bapak, persoalan politik ini ditingkat elit yang ramai ataukah di akar rumput juga terjadi hal-hal seperti itu?
SBY: Terus terang saya harus menaruh hormat keapda rakyat kita, mereka, apa yang saya lihat langsung kita berkunjung ke daerah-daerah, tiga bulan terakhir ini kehidupan mereka relatif tidak terganggu dengan hiruk pikuk yang ada Ibukota, dengan pemberitaan-pemberitaan, baik media massa maupun non media massa, saya malah berterima kasih kepada rakyat kita yang dengan jernih melihat, apakah kehidupan mereka sungguh terganggu atau tidak. Mereka mengatakan tidak, jalan terus. Mereka ingin sebenarnya pada tingkat negara juga bisa kita jaga situasi seperti itu.
Oleh karena itu menurut saya ini modal yang baik, rakyat kita bisa memilah-milah mana yang berkaitan dengan kepentingan rakyat, mana sesungguhnya masalah yang bisa diselesaikan dengan baik.
DBS: Bapak juga pernah mengatakan ini adalah tanda-tanda gangguan terhadap investasi?
SBY: Yang saya katakan, agar investasi berjalan dengan baik, apakah investasi dari dalam negeri maupun dari negara sahabat, maka iklim dalam negeri harus baik, politik stabil, hukum tegak, keamanan terjaga. Itu semua yang harus kita bangun, iklim yang kondusif untuk sebuah kegiatan ekonomi, termasuk investasi. Oleh karena itu, pengalaman di negara manapun sudah sangat jelas, termasuk di negara kita. Manakala negara gonjang ganjing siapa yang akan berinvestasi di Indonesia, bahkan pengusaha dalam negeri pun menanamkan modalnya di luar negeri. Janganlah, ini sudah susah payah kita sejak 10 tahun yang lalu berusaha, Alhamdulillah, bersatu bangsa kita memperbaiki. Sekarang keadaannya jauh lebih baik, mari kita jaga.
RB: Soal manajemen pemerintahan, sejak otonomi daerah terasa bahwa ada persoalan struktural, karena kebijakan dari pusat belum tentu mengalir secara deras ke daerah karena hambatan struktural, termasuk misalnya ada sejumlah perda yang justru kontra produktif, terutama menghambat ruang gerak pengusaha atau membatasi investasi. Menurut Bapak bagaimana terobosan untuk mengatasi masalah ini?
SBY: Yang perlu kita ketahui sebenarnya usia dari pemerintahan yang didesentralisasikan dan otda ini baru 10 tahun. Negara lain itu memerlukan puluhan tahun untuk betul-betul sistem pemerintahannya, termasuk otdanya berjalan dengan baik.
Saya menyadari masih ada kekurangan-kekurangan dan penyimpangan dalam implementasi otda, tetapi arahnya sudah benar, trendnya sudah benar, juga sudah mulai dirasakan manfaat dari otda itu. Betul, kalau penyimpangan itu tidak kita koreksi justru mengganggu. Contoh, daerah ingin mendapatkan Penghasilan Asli Daerah (PAD) dan akhirnya bikin perda, bikin pungutan-pungutan yang akhirnya investasi tidak berkembang. Kalau investasi tidak berkembang mana mungkin ekonomi tumbuh, kalau ekonomi tidak tumbuh di daerah itu mana mungkin lapangan pekerjaan tercipta, rakyatnya tidak akan berubah kemiskinannya.
Oleh karena itu kita ingatkan, ingat kewenangan sudah kita berikan sehingga bikin aturan-aturan yang kondusif untuk pengembangan daerah itu dan bukan sebaliknya. Kita sudah batalkan ratusan perda yang nyata-nyata bertentangan dengan undang-undang diatasnya dan menghambat pembangunan itu sendiri. Di luar itu juga melaksanakan pembangunan kapasitas. Kita berdayakan, kita tingkatkan kemampuannya, termasuk menjalankan roda pemerintahan, termasuk penggunaan anggaran yang tepat.
RB: Masih menyangkut pembangunan daerah, bagaimana strategi Bapak untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antara wilayah, antara timur dan barat serta antara kota dan desa?
SBY: Tetap menjadi ideologi pembangunan nasional kita, apalagi krisis global ini mengapa terjadi, karena tidak terjadinya keseimbangan. Jangan sampai negara kita juga mengalami nasib yang sama.
Oleh karena itu saya ingin kedepan pembangunan lebih inclusif, lebih adil, lebih merata dan daerah bisa berkembang dengan baik. Caranya, daerah itu kan punya keunggulan masing-masing, propinsi di Sumatera berbeda dengan di Kalimantan, berbeda dengan yang ada di bagian timur, berbeda dengan di Pulau Jawa. Masing-masing Gubernur, Bupati dan Walikota harus betul-betul menggali potensi daerahnya, mengetahui keunggulannya, sehingga strateginya berbeda-beda. Dengan demikian akan terjadi perdagangan domestik yang baik, akan terjadi konektifitas ekonomi yang baik, dengan cara masing-masing mengembangkan potensinya. Oleh karena itu kita dorong daerah mengerti betul mana yang kuat di pertanian, mana yang kuat di industri, mana yang kuat di jasa dan seterusnya. Dengan demikian akan komplementer, persaingan menjadi bagus dan ekonomi akan efisien. Itu yang menjadi strategi kita.
Berkali-kali saya bertemu dengan Gubernur, mereka memiliki komitmen yang sama mudah-mudahan. Lima tahun lagi, 10 tahun kedepan akan lebih tumbuh secara seimbang pembangunan di negeri kita. Saya ambil pengalaman lima tahun yang lalu, andaikata botle necking, sumbatan-sumbatan, entah tumpang tindih lahan, entah peraturan yang saling bertabrakan, daerah yang tidak mengalir dan sebagainya kita bereskan lebih cepat maka hasil kita lima tahun yang lalu lebih tinggi.
Oleh karena itu lima tahun kedepan kami melakukan upaya besar-besaran untuk menghilangkan sumbatan, the botle necking. Tapi bukan hanya itu, lima tahun mendatang kita harus tingkatkan sasaran kita, apakah pertumbuhan ekonomi, apakah pengurangan kemiskinan, apakah pengurangan pengangguran dan termasuk pembangunan infrastruktur. Dan satu lagi kita percepat, percepatan tengah kita lakukan, program 100 hari intinya ya the botle necking, meletakan landasan dan juga mencari yang disebut dengan quick wins.
Banyak sekali program-program yang selesai dalam 100 hari ini, cuma barangkali beritanya kalah sama Bank Century. Karena itu saya minta para menteri bicara langsung dan media massa tolong diangkat juga, jangan habis untuk Bank Century. Jelaskan juga supaya rakyat juga tahu apa yang dilaksanakan oleh pemerintahnya.
WA: Berkaitan dengan pembangunan di daerah. Beberapa waktu yang akan datang akan terjadi Pilkada. Keinginan Bapak Presiden apa sebenarnya yang akan disampaikan kepada para elit dan masyarakat yang akan menyelenggarakan Pilkada?
SBY: Pilkada sama dengan pemilihan umum yang berlaku pada tingkat nasional. Saya ingin Pilkada dimanapun di Indonesia ini, pertama-tama harus aman, damai dan tertib. Yang kedua ya demokratis. Yang ketiga efisien. Negara kita dalam keadaan bahaya manakala yang namanya politik itu biayanya sangat tinggi. Pilkada-pilkada kok saya dengar biayanya tinggi sekali. Itu keliru. Lebih bagus calon-calon itu menjelaskan programnya kepada rakyat karena rakyat memilih secara langsung.
Jadi sebenarnya keuntungan dari demokrasi yang kita anut sekarang ini, pemilihan itu langsung sampai tingkat Bupati dan Walikota, disitulah kesempatan para kandidat, para calon berbicara langsung pada rakyatnya. Kalau itu kita dorong, rakyat pilihlah, diantara calon-calon itu, dari segi kapasitasnya, dari segi integritasnya, dan apa komitmen yang akan dilakukan manakala yang bersangkutan terpilih. Kalau ini makin kita hidupkan dengan partisipasi yang penuh dari rakyat, pilkada makin kedepan akan makin berkualitas.
Jangan kita biarkan politik di negeri kita ini menjadi politik yang mahal, yang tidak masuk akan. Itu keliru. Mari kita warnai dengan pendidikan politik yang baik. Sekali lagi damai, demokratis dan semua bisa menggunakan haknya untuk memilih.
Moderator: Mengenai perdagangan bebas yang baru saja diberlakukan untuk Indonesia awal tahun ini.
SBY: Ini menarik karena sekarang menjadi hangat isu perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dengan Republik Rakyat Tiongkok. Yang penting harus diketahui oleh masyarakat dulu bahwa ide ini sudah lama. Yang namanya era perdagangan bebas dan investasi terbuka di Asia Pasifik ini disepakati pada 1994, di pertemuan APEC di Bogor. Yang kedua zaman Presiden Abdurrahman Wahid, itu disepakati oleh pemimpin ASEAN dan pemimpin Tiongkok untuk bikin perdagangan bebas. Pada era Presiden Megawati Soekarnoputri rampung sudah negoisasi tentang perdagangan bebas diantara ASEAN dengan Tiongkok.
Sekarang ini kelanjutan dari itu semua. Oleh karena itu jangan dikira begitu pemerintahan baru muncul perjanjian ini. Ini proses yang sudah lama berjalan. Namun saya juga mengetahui, ketika akan diimplementasikan, bukan hanya Indonesia, 10 negara ASEAN dan Tiongkok ada masalah-masalah yang harus kita selesaikan. Kekhawatiran kalau menggangu beberapa industri dalam negeri dan akibatnya bisa mengganggu karyawan-karyawan kita. Pemerintah memberikan perhatian yang seksama.
Oleh karena itu kami akan melakukan pembicaraan khusus dengan Tiongkok dan dengan ASEAN, karena ini kesepakatan 10 negara ASEAN, agar ada masalah-masalah yang bisa kita selesaikan secara baik. Tujuannya apa, memproteksi, dalam arti melindungi beberapa usaha di dalam negeri. Tetapi ini mesti dibicarakan baik-baik, tidak boleh sepihak, karena kita bisa dibalas. Ingat, perdagangan kita dengan Tiongkok itu meningkat tajam tahun-tahun terakhir ini, banyak yang kita ekspor ke Tiongkok, meskipun ekspor Tiongkok juga banyak kesini. Ini saling menguntungkan, namun kalau ada masalah-masalah khusus kita bicarakan kembali. Bisa kita lakukan seperti itu.
Yang penting, sambil kita membicarakan kembali, industri dalam negeri kita perkuat, produktivitasnya, daya saingnya, efisiensinya, jangan hanya berlindung kepada nasionalisme tapi tidak bergerak kemana-mana, kalah dimana-mana nanti kita dengan era globalisasi ini. Yang kedua, kita amankan juga pasar kita. Jangan ada penyelundupan dari Tiongkok, jangan ada dumping, segala macam. Kita akan awasi semua itu untuk melindungi kita punya industri. Tetapi ekspor kita harus galakkan, kita harus berjuang agar barang-barang dibeli di negara lain, termasuk di Tiongkok.
Itulah kira-kira yang akan kita lakukan, tapi ingat ini proses berlanjut dari beberapa pemerintahan yang harus kita jalankan. Pembicaraan kembali dalam situasi yang khusus dimungkinkan, bahkan ada pasal dalam perjanjian itu, misalkan ada yang sangat menggangu itu bisa kita bicarakan. Tetapi pahamilah bahwa ini kesepakatan bersama, prosesnya sudah lama sekali, kemudian membawa keuntungan bersama, namun kalau ada masalah yang menggangu kita, kita atasi dengan tujuan yang baik.
DBS: Kekhawatiran pokoknya Bapak Presiden, adalah kalau ini berjalan maka para industriawan kita akan berubah menjadi traider karena barang dari luar lebih murah, daripada membuat pabrik disini yang tidak lebih efisien dari pabrik di China
SBY: Tidak selalu begitu, dari tahun 2004, saya mengajak, tolong industri dalam negeri yang kompetitif, yang berdaya saing. Mengapa negara lain bisa murah kok kita mahal terus. Ada yang tidak benar dong dalam industri kita. Mari kita buat benar. Pemerintah mengeluarkan kebijakan, memberikan insentif, agar kita lindungi dulu, kita dorong dulu tapi suatu saat harus dewasa. Itulah yang menjadi harapan kita. Tapi percayalah bahwa pemerintah akan memahami dan melakukan sesuatu yang harus kami lakukan untuk rakyat kita.
RB: Lebih ke persoalan domestik, apakah Bapak Presiden sudah melakukan banyak hal selama ini? Lalu mungkin penguatan untuk mendorong lagi pertumbuhan ekonomi kita, sekaligus juga menciptakan lapangan kerja? Lalu kira-kira apa yang mau didorong kedepan?
SBY: Yang luput dibicarakan oleh banyak orang ketika pertumbuhan di negara lain minus, drop tapi kita tetap positif dan tinggi. Ketika negara lain mengalami ledakan pengangguran, pengangguran kita terjaga, dalam arti tidak bertambah banyak dan justru dalam lima tahun terakhir pertumbuhan naik, pengangguran turun, kemiskinan turun. Trendnya sudah benar, kebijakan sudah benar, tinggal lima tahun mendatang kita tingkatkan.
Cara mengurangi pengangguran adalah, kalau ekonomi tumbuh, hukumnya dalam teori ekonomi pengangguran akan turun. Yang kedua, infrastruktur yang kita bangun besar-besaran di seluruh Indonesia menciptakan lapangan pekerjaan. Yang ketika, usaha mikro, kecil dan menengah dengan kredit yang kita perbesar, misalnya KUR itu menghidupkan ekonomi mikro, lapangan kerja terserap, belum pertanian sendiri, manufaktur sendiri, maupun jasa. Pendek kata semua kita tempuh agar penangguran terus bisa kurangi dan Insya Allah menjadi target kita tahun 2014 kita ingin pengangguran kita itu berkisar 5-6 persen saja.
Mudah-mudahan bisa kita capai dan saya yakin, dan saya yakin kalau seperti ini kita jaga akan sampai pada sasaran itu.
RB: Persoalan strategis lain selain beberapa program dan akan ada penguatan, lalu beberapa isu yang jadi penting kedepan, energi, pangan dan juga lingkungan. Kira-kira antisipasi kita untuk menghadapi tantangan itu?
SBY: Ketiga itu persoalan global, persoalan dunia bukan hanya Indonesia. Perubahan iklim Indonesia berdiri di depan, bukan untuk sekedar kerjasama global, untuk melindungi Tanah Air kita sendiri, melindungi rakyat kita. Negara akan bersalah kalau tidak serius di dalam menjaga lingkungan kita, termasuk gerakan menanam pohon besar-besaran, mengelola limbah, membatasi penggunaan sumber energi yang terlalu banyak mengeluarkan karbondioksida dan sebagainya.
Terkait dengan satu milyar pohon, itu bisa dicapai. Sekarang saja sudah ratusan juta. Nanti pemerintah meningkatkan, masyarakat kita dorong, kemudian dunia usaha kita dorong, kerjasama internasional kita dorong. Saya yakin pada saatnya kita bisa menanam satu milyar pohon per tahun. Itu climate change.
Kalau pangan, Alhamdulillah meskipun ada krisis pangan, 2008-2009 kita selamat, mengapa, karena kita bisa meningkatkan produksi, terutama beras. Dan kemudian disusul dengan jagung dan gula. Yang masih jauh kedelai dan daging. Tugas kita adalah meningkatkan produktivitas, menambah infrastruktur, irigasi, pupuk, cara bertanam, teknologi dan sebagainya. Pangan mutlak harus kita kuasai. Tidak boleh 230 juta kok kita tidak cukup pangan kita.
Energi juga, tapi energi ini janganlah hanya menggantungkan minyak, gas dan batu bara meskipun kita kuat disitu, tapi ingat kedepan kita harus mengembangkan sumber-sumber terbaru. Saya kita punya potensi hidro surya, angin. Luar biasa, belum bisa kita gunakan dengan baik. Kebijakan sudah kita turunkan, 100 hari sudah kita bikin bagaimana cara untuk mengembangkannya.
Pendek kata kami sangat-sangat serius dan saya minta dukungan rakyat tiga hal itu, pangan, energi dan perubahan iklim.
DBS: Saya kira publik, pengusaha menunggu sebetulnya bagaimana kebijakan moneter dan kebijakan fiskal kita untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari target yang kita miliki sekarang ini.
SBY: Memang kebijakan moneter dan fiskal itu penting. Itu salah satu pilar dari kebijakan ekonomi. Kebijakan moneter yang penting dan ini penting bagi dunia usaha. Ada stabilitas nilai tukar sebetulnya, jangan berfluktuasi.
Yang kedua suku bunga, suku bunga harus pas betul dengan lingkungan, dengan keadaan ekonomi, tidak boleh terlalu tinggi. begitu harapannya, pas saja.
Yang ketiga juga akses pada kredit, sehingga perbankkan kita harus juga menjemput, supaya bergerak semua, agaimana mungkin pembangunan jalan kalau tidak ada kredit dari perbankkan kita. Sehingga wilayah kebijakan moneter itulah yang penting untuk kita jaga dan kita kembangkan.
Nah kembali ke cerita kebijakan tadi, banyak pejabat di perbankkan yang ragu-ragu, misalkan memberikan kredit, karena kalau salah dianggap pidana. Macet semua nanti kalau kebijakan itu dipidanakan, atau istilahnya nanti kriminalisasi kebijakan. Asalkan bukan korupsi kebijakan itu sah, harus dijalankan.
Kalau kebijakan fiskal, saya mengerti karena dunia usaha juga ingin ada insentif dari pemerintah. kebijakan perbajakan sudah sangat fleksibel, kebijakan insentif untuk industri tertentu, untuk usaha tertentu kita berikan juga. Lantas ketika ada gonjang ganjing harga di luar di dalam, ada kebijakan khusus masalah tarif, masalah pembebasan bea impor dan sebagainya. Itu juga harus dibaca sebagai satu kebijakan fiskal yang pro dunia usaha, dengan catatan dunia usaha pro rakyat, pro negara, membayar pajak yang benar. Kalau itu kita jalankan, kedua kebijakan tepat, implementasinya juga baik, saya makin optimis ekonomi bukan hanya tumbuh tapi juga adil, merata dan lapangan pekerjaan tercipta lebih banyak lagi.
WA: Satu hal yang masih mengganjal, mengenai pandangan Bapak tentang pendidikan nasional kita, apalagi mengenai ujian nasional?
SBY: Saya kira semua pihak peduli pada pendidikan nasional. Mengapa anggaran pendidikan nasional sekarang 20 persen dari APBN/APBD, karena kita ingin mengingkat dengan baik.
Mengapa kita tambah beasiswa, kita gratiskan yang miskin, ada program buku murah, ada BOS, ada pembangunan infrastruktur, ada metodologi yang kita perbaiki, semua agar mutu pendidikan kita meningkat. Jadi saya kira tidak perlu ada kesanksian rakyat bahwa kita sangat serius menangani pendidikan.
Kalau ujian nasional, dari dulu selalu ada ukuran apakah anak didik ini selama mengikuti pendidikan bisa menguasai materi yang telah diajarkan. Kita harus tau, karena kalau tidak tahu bagaimana nanti kelanjutan dari anak didik itu. Negara lain pun juga ada model seperti itu. Yang penting bagi saya ujian nasional itu harus tepat, bukan satu-satunya alat untuk mengukur hasil kelulusan peserta didik, materi yang diajarkan selama ini jangan mengada-ada dan kemudian bagi yang belum lulus pada ujian yang utama bisa diberikan kesempatan untuk ujian susulan.
Ini sedang digodok oleh pemerintah. Ada putusan MA, kita ikuti putusan MA, memperkuat organisasi pendidikan di daerah, membikin mereka siap untuk mengikuti ujian nasional. Tapi satu hal jangan mengorbankan mutu. Kita tidak boleh permisif, tidak boleh lunak dalam pendidikan, kalah dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan negara-negara lain. Yang penting kita semua bertanggung jawab, kita jaga mutu kita, ya kewajiban orang tua, kewajiban para siswa belajar baik agar sukses dan kalau sukses karirnya kan juga baik di masa depan.
WA: Dalam pendidikan juga berkaitan dengan charakter building untuk para remaja kita, untuk masa depan putra-putri kita. Dalam kurikulum pendidikan, budi pekerti bagaimana sekarang?
SBY: Itu penting. Dalam era reformasi, dalam era demokrasi, dalam era globalisasi, akhlak, budi pekerti, tata krama, etika itu tetap penting, bangsa manapun juga. Bahkan namanya peradaban, itu juga diukur dari nilai-nilai dan perilaku seperti itu.
Oleh karena itu kita ingin Indonesia makin maju, makin modern, daya saingnya tinggi tapi manusia-manusianya juga mereka yang memegah teguh akhlak, budi pekerti, kesantunan sosial yang baik. Dengan demikian peradaban kita makin unggul, bangsa lain akan hormat pada Bangsa Indonesia kalau kita memiliki ciri-ciri seperti itu. Pendidikan harus betul-betul membangun watak, membangun budi pekerti yang baik, termasuk yang menjadi kerisauan kita semua. Jangan dikompromikan, harus sama-sama kita bangun dan perkuat.
WA: Kita kan punya kearifan lokal, tapi sampai sekarang itu pun tidak dimunculkan?
SBY: Ini pengaruh globalisasi, pengaruh modernisasi. Kadang-kadang kita tidak tekun. Saya justru mengajak para tokoh masyarakat, para budayawan, para pemuka agama, para pimpinan daerah, banyak kearifan lokal mari kita jaga. Dengan demikian sekali lagi negara kita maju tetapi tetap dengan peradaban yang tinggi. Itu Insya Alllah bisa kita jaga kalau semua peduli bahwa hal-hal itu tidak boleh ditinggalkan oleh bangsa kita, semodern apapun nanti Bangsa Indonesia.
RB:Tentu daya saing harus kita perkuat, tentunya lewat pendidikan. Apa langkah-langkah untuk memberikan inspirasi ke generasi muda, mungkin ada imbauan apa yang harus dilakukan?
SBY: Disamping mengimbau, saya sudah mengeluarkan instruksi kepada Menteri Pendidikan Nasional, kepada semua. Kalau kita pelajari bangsa-bangsa yang sudah maju, mengapa Jepang, Eropa, Amerika, Tiongkok sudah maju dan negara lain yang boleh dikatakan lebih maju dibandingkan kita. Ada dua hal yang saya pelajari, pertama adalah bangsa yang inovatif. Kita harus kreatif, inovatif, termasuk inovasi teknologi.
Oleh karena itulah saya mendorong betul lembaga pendidikan kita jangan membiarkan anak didik kita itu hanya sekedar menerima dari gurunya, harus inovatif, harus kreatif karena itulah sumber kemajuan.
Yang kedua, negara lain itu kuat karena ada kewirausahaan, bisa mengambil resiko, bisa memulai sesuatu, bisa menantang dan sebagainya. Kalau sejak awal anak didik kita dibangun rasa ingin tahu, jiwa kewirausahaan, pikiran yang inovatif, saya yakin makin tinggi jenjang pendidikan mereka akan makin berdaya saing sumber daya manusia kita. Dan nantinya kalau sudah menjadi lautan yang saya sebut lapis bangsa yang inovatif, produktif dan yang memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi, maka jadi bangsa kita, lebih cepat lagi majunya. Oleh karena itu metodologi pendidikan harus dibangun sesuai dengan apa yang akan kita capai nanti.
(der)
No comments:
Post a Comment