8/19/2010

Orang Saleh di Jawa Timur (Lanjutan)

Tampaknya kaum intelektual Islam kita msih segan-segan berpacu pendapat dengan sarjana-sarjana barat. Entah apa sebabnya, mungkin karena begitu sedikitnya sarjana sejah kita dan masing-masing tenggelam pada kegiatan rutinnya sendiri.
Ratu Sima Islam?
Kalau di sumatra utara (aceh) pada abad ke 13 sudah dipastikan bahwa para penguasa dibeberapa pelabuhan penting di sana telah menganut Islam, maka  pada zaman ini kekuasaan politik di jawa timur masih di tangan raja-raja beragama Siwa (Hindu) dan Budha (Singasari).
Tetapi Jauh sebelum jaman singasari, yaitu pada zaman kerajaan Kahuripan (semasa raja Erlangga), Islam sudah tersebar di sana dan berlanjut hingga zaman kejayaan kerajaan Kediri (berakhir pada tahun 1222 ketika kerajaan kediri ditaklukan Ken Arok). Sejak itu kerajaan kediri mulai memudar, dan dibawah pengaruh kerajaan baru Singasari hingga zaman Majapahit, penyebar-penyebar agama Islam sudah ada di sana. Ini dibuktikan dengan adanya makam Islam pada tahun 1281 dan 1411 Masehi tersebut (Roufear).
Sejarah nasional kita hanya memperkenalkan seorang tokoh da'i Islam Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 saja. Adanya pendakwah di jawa ini diakui karena lalulintas dagang antara timur tengah dan asia tenggara saat itu sudah ramai. Bumi Jawa yang kemudian menjadi jembatan menuju ke arah timur bagi bangsa-bangsa Arab (Timur Tengah) untuk mencari rempah-rempah di daerah Maluku memang sangat strategis. Kebetulan Jawa sudah lama dikenal sebagai sumber beras. Nama Jawadwipa yanga merupakan nama lengkap tanah jawa ini mengesankan asal-usulnya hingga menjadi terkenal seperti itu. Kata "jawa" berasal dari kata "jawawut" (semacam padi-padian, juwawut), sedangkan "dwipa" = pulau. Jadi Jawadwipa berarti "Pulau juwawut" yang sangat diperlukan sebagai bahan pangan disamping gandum saat itu hingga sekarang.
Dulu orang-orang Arab dan India menjadi kaya raya dan memberanikan diri mengarungi samudra luas hanya dengan kapal layar. Hal itu membuktikan bahwa lalulintas perdagangan saat itu bersamaan dengan niat memperluas penyebarn agama.
Bangsa India yang mendahuluinya lantas mendirikan kerajaan-kerajaan di sini sejak abad ke 3-4 Masehi, lalu disusul kedatangan bangsa India dari Keling (Kalingga) ke Jawa sekitar abad ke-7 dan mendirikan kerajaan "Keling" di daerah Jepara. Raja sering mengadakan hubungan dagang ke Cina dan di sana dikenal sebagai Ratu Sima dari Holing (Keling), 674 M.
Di Zaman ini pula Ratu Sima menerapkan hukum potong tangan bagi pencuri. Padahal hukuman potong tangan demikian hanya ada pada ajaran Islam. Sehingga menimbulkan tanda tanya, mungkinkah Ratu Sima, bibi sanjaya (pendiri mataram lama, 732 M) ini sudah menganut agama Islam? Bersamaan dengan hasil bacaan data ini, kitab Asror-nya Sunan Giri ke-3 menyebutkan adanya iring-iringan kapal layar sebanyak 40  buah singgah di Bandar Lasem dari pelabuhan Basrah lewat Srilangka, Siam, dan Sriwijaya menuju jawa lalu bertemu dengan tentara siluannya Ratu Sima (Sannaha). Kedatangan pendatang Arab dan orang-orang Kalingga (India Selatan) yang ingin pindah ke Jawa ini bukan mustahil lagi karena keamanan dan kemakmuran Jawa sudah dikenal India sejak abad-abad sebelumnya.
Dalam perjalanan, prajurit itu -- baik yang beragama Islam maupun yang bukan -- singgah di banyak tempat. Pusat-pusat pemukiman di pantai utara Jawa ternyata cocok untuk itu. Salah satu yang paling dikenal dan tertua diantara para wali di Jawa ialah R. Rahmat dari Ngampel Denta. Ia dicatat dalam semua hikayat orang-orang saleh. Kalau tinjauan ini didasarkan atas sumber babad, mengapa tidak Malik Ibrahim? Malahan yang terakhir ini justru yang diakui sebagai tokoh Islam bersejarah. Hanya karena datanya terbatas dan tidak cukup dikenal masyarakat Jawa, sejarah Malik Ibrahim tidak secemerlang riwayat R. Rahmat. Raden Rahmat dikenal dengan nama kampung dalam kota Surabaya dan tempat pemakamannya.
Menurut cerita tutur Jawa, ia berasal dari cempa (Campa), Vietnam sekarang. Letak Campa sebagai asal-usul para penyebar Islam pertama di Jawa Timur telah menimbulkan teka-teki. Ada dua pendapat diajukan oleh Dr. Roufaer berdasarkan dugaan yang mengenali Campa dengan "jeumpa" di Aceh, diperbatasan antara Simelungan dengan Pasangan.
Dr. Cowan memperkuat kepastian ini.

No comments:

Post a Comment